Keliling Singapura Naik MRT dan Bus

Menunggu kereta MRT di stasiun

How do we get to our hotel, Mom?” tanya Big A sesaat setelah kami mendarat di Changi.
“Naik bis atau kereta,” jawab saya.
Oh, I forgot THERE IS public transport,” sambar Big A sambil nyengir.

Maksud Big A tentu transportasi umum yang nyaman dan nyambung ke mana-mana. Setelah pindah ke Surabaya setahun belakangan ini, satu-satunya transportasi umum dalam kota yang kami gunakan adalah taksi. Padahal selama lima tahunan tinggal di Sydney dan ketika jalan-jalan di kota-kota di Australia, kami pemakai transportasi umum yang setia.

Setelah sempat nyasar di Terminal 1 Changi Airport, kami akhirnya menemukan stasiun MRT di Terminal 3. Saya menghampiri loket dan membeli kartu Ez Link yang bisa digunakan untuk membayar tiket kereta dan bus. Satu kartu baru harganya SGD 12, termasuk ‘pulsa’ sebesar 7 dolar. Harga kartunya sendiri $5. Selain di loket stasiun MRT, kartu Ez Link ini juga bisa dibeli di toko 7-eleven dan kantor pos.   

Setiap orang dewasa dan anak-anak yang tingginya di atas 90 cm wajib mempunyai kartu sendiri. Ketika itu Little A tingginya sedikit di atas 90 cm, ketika saya tanyakan ke petugas, dia bilang ‘no need ticket‘. Little A tampak sedih belum boleh punya kartu sendiri. Sementara Emaknya bersyukur, alhamdulillah, ngirit satu kartu :))

Penggunaan Ez Link mudah sekali, kartu ini cukup ditempelkan di pintu stasiun kereta sampai berbunyi “tiiit” dan palang pintu membuka. Segera masuk stasiun sebelum palang menutup kembali. Karena cuma punya satu kartu, saya harus menggendong Little A setiap kali masuk dan keluar stasiun. Little A dengan senang hati bertugas untuk menempelkan kartu. Sementara di bus, kartu ini ditempelkan di mesin pembaca kartu ketika naik bus dan sebelum turun dari bus. Nanti si kartu pintar ini akan menghitung sendiri biaya yang dibutuhkan untuk jarak yang kita tempuh. Kalau masih ragu-ragu menggunakan kartu ini, ikuti saja orang-orang di depan Anda 🙂

Saya senang dengan cara kerja kartu Ez Link ini karena tidak perlu repot-repot menghitung dan menyiapkan uang kecil untuk naik kendaraan umum. Juga tidak perlu membeli tiket di loket atau sopir bus setiap kali ingin naik kendaraan umum. Tinggal tap in tap out aja. Nanti kalau saldo kita menipis, bisa kita isi ulang di mesin pengisian ulang di stasiun atau di loket. Kartu ini akan ‘marah’ mengeluarkan bunyi berisik ketika saldonya tinggal sedikit tapi tetap kita pakai di stasiun atau bus. Lebih baik diisi ulang sebelum saldonya ludes karena sisa saldo yang tidak digunakan bisa kita minta kembali ketika kita meninggalkan Singapura. Pengalaman kami, masing-masing kartu diisi ulang (top up) 1 kali sebesar $10. 

Cara isi ulangnya gampang banget. Nggak perlu pinter bahasa Inggris untuk mengerti cara top up kartu ini karena petunjuknya mudah dimengerti dan kelihatan banget. Kita juga bisa memilih tampilan bahasa Melayu. Tinggal letakkan kartu di tempat yang disediakan. Mesin otomatis memberi tahu saldo kartu kita. Kalau ingin top up, tinggal sentuh pilihan top up. Lalu kita masukkan uang kertas atau koin di tempat yang disediakan. Kalau top up berhasil, kartu akan menampilkan saldo baru. Beres dan siap untuk dipakai jalan lagi. Kartu Ez Link ini secanggih Go Card yang dipakai di Brisbane. Sydney aja belum secanggih ini, hehe.


Little A selalu dapat kursi di MRT
Top Up Ez Link

Jalur MRT di Singapura mudah dimengerti dan stasiunnya dilengkapi banyak tanda yang jelas, jadi asal tahu stasiun tujuan dan jalur yang akan kita pakai, dijamin tidak nyasar. Kalau ingin langsung naik kereta dari bandara Changi, naiklah dari Terminal 3 menggunakan jalur hijau. Untuk sampai di kota, kita perlu pindah kereta (bukan pindah jalur) satu kali di stasiun Tanah Merah. Dari stasiun Tanah Merah, kita tetap memakai jalur hijau menuju kota. Kalau penginapan kita di daerah Bugis atau Lavender, tidak perlu pindah ke jalur yang lain. 

Pengalaman kami, yang paling merepotkan adalah ketika harus pindah jalur. Misalnya, karena kami menginap di Novotel Clarke Quay, dari bandara kami harus pindah jalur dari jalur hijau ke jalur ungu di stasiun Outram Park dan akhirnya turun di stasiun Clarke Quay. Untuk pindah jalur, kami harus berjalan jauh banget dan naik turun eskalator. Beda banget dengan stasiun-stasiun di Sydney yang jarak antar jalurnya tidak terlalu jauh. Malah kita bisa melihat trek dan kereta dari jalur lain yang simpang siur dari tangga atau eskalator. Ini karena jalur MRT di Singapura lebih mengutamakan keselamatan. Penumpang tidak bisa melihat trek kereta dan pintu menuju hanya terbuka ketika kereta sudah datang. Jadi nggak ada ceritanya orang bisa menyeberang rel kereta :p  

Kalau memilih MRT untuk keliling Singapura, sebaiknya ketika memilih akomodasi juga menyesuaikan dengan jalur kereta yang akan kita perlukan. Usahakan penginapan paling jauh jaraknya 5 menit jalan kaki dari stasiun terdekat. Perlu diingat, kalau kita membawa anak-anak, jarak lima menit jalan kaki bisa menjadi dua kali lipat. Ketika memilih menginap di Novotel Clarke Quay dan Hostel Boat Quay, saya kurang begitu mempertimbangkan jarak ke stasiun MRT. Toh, kami sudah biasa jalan kaki di Sydney. Ternyata… setelah setahun tinggal di Surabaya dan tidak pernah jalan kaki ke mana-mana (karena jarang ada trotoar), jalan kaki sepuluh menit saja rasanya pegal banget. Dari stasiun Clarke Quay, kami perlu jalan kaki sekitar 20 menit ke Novotel. Aduh biyung, apalagi setelah capek keluyuran seharian. Begitu juga dengan hostel tempat kami menginap, perlu waktu sekitar 20 menit jalan kaki (dengan Precils) dari stasiun Raffles Place. Ketika jalan sih tidak terasa, karena sambil lihat suasana resto-resto cantik di pinggir sungai, tapi setelah sampai di hostel, kaki cenat-cenut tidak karuan :p 

Peta jalur MRT. Klik untuk memperbesar.

Singapura punya website ‘ajaib’ yang bisa memberi tahu pilihan rute yang bisa kita lalui menuju tempat tertentu, lengkap dengan pilihan naik mobil, taksi, bus atau kereta, plus perkiraan waktu dan ongkosnya. Saya kagum dengan website gothere.sg ini. Website pemkot Sydney saja kalah jauh, terlalu rumit untuk dipakai. Sebelum berangkat ke Singapura, saya sudah menyiapkan rute-rute yang akan kami lalui, saya cetak dari website Go There. Dari Novotel ke Science Centre, dari Novotel ke Singapore Zoo, dari hostel ke Garden by The Bay dan lain-lain. Berbekal peta rute ini, saya tidak perlu nanya tukang tambal ban di pinggir jalan 😀

Saya dan The Precils lebih suka naik kereta daripada naik bus. Mungkin karena kereta jalannya lurus dan stabil, jadi tidak membuat pusing. Di kereta MRT, saya dan Little A selalu mendapat tempat duduk. Atau kalau tidak ada tempat kosong, pasti ada penumpang yang memberi kami tempat duduk yang memang khusus disediakan untuk orang disabel, orang tua, ibu hamil atau anak-anak. Kereta MRT bersih dan nyaman. Selain cepat, kereta ini juga memberi pengumuman yang jelas rute yang akan dituju dan akan berhenti di stasiun mana, jadi kalau nyasar, bisa cepat-cepat turun, hehe. Pengumuman di kereta ini disampaikan dalam empat bahasa: Inggris, Melayu, Mandarin dan India. Saya lihat Big A dan Little A senyum-senyum sendiri mendengar pengumuman dalam bahasa yang tidak mereka mengerti.

Selain menggunakan MRT, kami sempat naik bus juga untuk keliling Singapura. Halte terdekat dari Novotel tempat kami menginap ada di seberang jalan, tinggal menyeberang jembatan saja. Malam itu kami naik bus jalur 195 dari Novotel menuju Makan Sutra Gluttons Bay untuk cari makan malam. Kami turun di depan Pan Pacific Hotel dan melanjutkan jalan kaki keliling-keliling sambil melihat suasana malam kota ini. Singapura di malam hari memang cantik. Untungnya, pulangnya, ada halte bus tepat di depan Makan Sutra (semacam kumpulan warung tenda) dan kami bisa turun tepat di depan pintu Novotel. Malam itu perut kenyang dan kaki senang.

Saya tidak ingat membayar berapa untuk tiket bus karena tinggal membayar dengan kartu. Bus di Singapore bagus, bersih dan nyaman. Malam itu penumpang sepi sekali, hanya kami berempat dan satu dua penumpang lain. Naik bus bisa menjadi alternatif keliling-keliling kota ini, terutama untuk jarak dekat. Kelebihan bus dibanding kereta, kita bisa melihat pemandangan, tidak berjalan di bawah tanah. Halte bus juga bisa ditemui di mana-mana. Peta rute bus bisa dilihat di setiap halte, atau kita cari online di website Go There.

Ketika mengunjungi Science Centre, saya dan The Precils juga naik bus dari stasiun Jurong East dan turun tepat di halte depan Science Centre. Begitu juga ketika kami mau ke Singapore Zoo, kami naik kereta dulu ke stasiun Ang Mo Kio, dilanjutkan dengan naik bus 138 ke kebun binatang. Tapi sebenarnya kalau mau ke Singapore Zoo lebih mudah dan lebih cepat naik bus ekspres SAEX (bus swasta). Bus SAEX ini seperti shuttle yang berhenti di depan beberapa hotel kenamaan dan membawa penumpang langsung menuju Singapore Zoo. Waktu itu kami tidak naik bus ini menuju Zoo karena precils tidak bisa bangun pagi, keenakan tidur di Novotel 😐 Pulang dari Zoo, kami memutuskan naik bus SAEX dan membayar 2x $5. Little A gratis. Untuk rute, jadwal dan tarif bus SAEX, cek di sini.
 
Selama lima hari di Singapura, kami mengeluarkan uang untuk membeli 3 kartu Ez Link sebesar $36, plus isi ulang $30. Tapi setelah kami pakai sampai ke stasiun MRT di Terminal 3 bandara Changi, kami bisa memperoleh refund (kembalian) sebesar $12,40. Jadi kalau dihitung, pengeluaran kami untuk transportasi umum di Changi untuk 4 orang (Little A gratis) = $53,60. Nggak mahal kan?


~ The Emak

Baca Juga:

Hostel 5.FootWay.Inn Project Boat Quay Singapore  [review penginapan]

Komentar