Sebelum penulis memaparkan pokok-pokok pikiran terhadap melihat kontek Putusan Mahkamah Agung, ada baik baik sejenak kita melihat begitu pelik pranata hukum indonesia.
Berdasarkan konstitusi, sistem dan lembaga peradilan adalah bagian distribusi kekuasaan negara. Pasal 24 (2) UUD 1945 menentukan, Mahkamah Agung (MA) dan MK pelaksana kekuasaan kehakiman dengan lima yurisdiksi. Empat yurisdiksi peradilan berdasarkan UU No. 14 tahun 1970 junto UU No. 35 Tahun 1999 junto UU No. No. 4 tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
UU ini ditransformasikan ke dalam konstitusi yang terdiri dari Mahkamah Agung No. 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung yang terdiri yaitu peradilan umum berdasarkan UU No.13 Tahun 1965 junto UU No. 2 Tahun 1986 junto UU No. 8 Tahun 2004, agama berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989, militer berdasarkan UU No 39 Tahun 1947 tentang KUHP Militer, UU No 1 Tahun 1964 tentang KUHAP militer dan tata tata usaha negara berdasarkan UU No. 6 tahun 1986 junto UU No. 9 Tahun 2004 dan tetap dilaksanakan MA.
Wewenang dan kewajiban MK (Pasal 24C (1) UUD 1945), yang dilembagakan di luar MA, menjadi yurisdiksi peradilan konstitusi berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pengkhususan yurisdiksi peradilan berdasarkan status (agama, militer) dan jenis perkara tertentu (sengketa TUN).
Berbagai peradilan khusus dibentuk dalam peradilan umum. Pengadilan Anak UU No. 3 tahun 1997, Pengadilan Niaga UU No. 4 Tahun 1998, Pengadilan Hubungan Industrial UU No. 2 Tahun 2004, Pengadilan Perikanan UU No. 9 tahun 1985 telah dicabut dengna UU No. 31 Tahun 2004, Pengadilan Hak-hak Asasi Manusia UU No. 26 Tahun 2000.
Bahkan, pengadilan HAM terdiri atas peradilan HAM ad hoc untuk pelanggaran berat HAM sebelum UU No 26/2000, dan peradilan HAM bukan ad hoc untuk pelanggaran berat HAM yang terjadi sejak 2000. Belum lagi termasuk mengenai peradilan Pajak UU No. 14 tahun 2002 dan Pengadilan ad hock Tindak Pidana Korupsi UU No. 30 Tahun 2002.
Dengan demikian, ada berbagai UU yang mengatur dan membentuk peradilan. Penulis akan mencoba sedikit menerangkan tentang silang sengketa didalam melihat ranah pengadilan yang melihat persoalan.
Sebagai contoh, apabila sengketa yang berkaitan dengan ranah perdata, apabila dia beragama muslim maka tunduk kepada Pengadilan Agama berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989. sedangkan apabila yang beragama nonmuslim maka tunduk kepada Pengadilan Hukum dimana masih diatur didalam KUHPer dan BW (burgelijk wetboek).
Begitu juga, apabila sengketa yang berkaitan sengketa perdata umum maka masih tunduk kepada KUHPer dan BW (burgelijk wetboek).
Namun apabila perdata yang berkaitan dengan kepailitan atau niaga maka tunduk kepada UU No. 4 Tahun 1998.
Belum lagi terhadap sengketa yang berkaitan dengna perburuhan yang tunduk kepada UU No. 2 tahun 2004 Di Pengadilan umum, terhadap pelaku kejahatan, apabila kejahatan itu dilakukan oleh oknum yang aktif di militer maka diatur didalam UU No 39 Tahun 1947 tentang KUHP Militer dan UU No 1 Tahun 1964 tentang KUHAP militer.
Sedangkan apabila dilakukan oleh masyarakat biasa maka diatur didalam UU No. 8 Tahun 1981 yang biasa dikenal Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan KUHP.
Namun terhadap pelaku kejahatan masih dibawah 18 tahun tunduk didalam UU No. 3 tahun 1997. Belum lagi terhadap kejahatan yang berkaitan dengan HAM yang tunduk kepada UU No. 26 tahun 2000.
Belum lagi hukum acara yang berkaitan dengan pengadilan Pajak berdasarkan UU No. 14 tahun 2002, Pengadilan Ad hock Tindak Pidana Korupsi UU No. 30 Tahun 2002 dan Pengadilan Perikanan berdasarkan UU No. 9 tahun 1985 telah dicabut dengna UU No. 31 Tahun 2004.
Tentu saja masih banyak Hukum acara pidana yang berbeda sebagaimana diatur didalam KUHAP seperti Kejahatan dalam Rumah Tangga berdasarkan UU No. 23 tahun 2004.
Didalam Peraturan perundang-undangan, hak menguji terhadap peraturan perundang-undangan (judicial review) juga berbeda-beda. Apabila pengujian Undang-undang terhadap UUD 1945 maka diuji di Mahkamah Konstitusi berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Sedangkan apabila dibawah UU (seperti Peraturan pemerintah sampai peraturan dibawahnya sebagaimana diatur didalam UU No. 10 Tahun 2004), maka dapat diuji di Mahkamah Agung.
Sedangkan apabila terhadap Keputusan yang mempunyai syarat seperti individual, final, kongkrit dan tertulis di sidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara berdasarkan UU No. 6 tahun 1986 junto UU No. 9 Tahun 2004.
Begitu pentingnya pembahasan terhadap Peraturan yang berkaitan dengan peradilan dan pengadilan di Indonesia, karena rumusan Peraturan ini penting, untuk menilai apakah pengadilan tersebut berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan (exceptio Litispendentia).
Sesuai dengan konstitusi, MK berwenang mengadili UU terhadap UUD 1945, MA peraturan dibawah UU, sedangkan Pengadilan Tata Usaha Negara mengadili Keputusan yang bersifat final, kongkrit, individual dan tertulis.
Advokat. Tinggal di Jambi
Komentar