Thehok.id – Setiap tahunnya produksi sampah selalu meningkat, begitu juga dengan timbunan sampah dilaut. Timbunan sampah yang mencemari laut Indonesia saat ini kian mengkhawatirkan.
Dijelaskan oleh Perwakilan Uni Eropa untuk Indonesia Seth van Doorn, sampah plastik di laut meningkat seiring tahun akibat urbanisasi, pembangunan dan perubahan pola konsumsi dan produksi. Sampah ini ancaman serius pada ekosistem laut, bisnis perikanan, kesehatan publik dan juga sektor turisme.
“Sekitar 60 sampai dengan 90 persen dari sampah yang tercecer di laut adalah sampah plastik, utamanya sedotan plastik, minuman gelas dan kantong plastik,” katanya dalam sesi Dialog Nasional Pengurangan Sampah oleh Produsen di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Baca juga : Desa Purba Berusia 3.400 Tahun Ditemukan di Irak
Di Indonesia, sampah air minum kemasan gelas dan botol termasuk yang berkontribusi signifikan pada polusi sampah plastik di laut. Nyatanya, air minum kemasan gelas mencapai 10,4 miliar kemasan gelas setiap tahunnya dengan timbulan sampah 46 ribu ton, atau hampir sepertiga dari total timbunan sampah industri air kemasan bermerek.
Jumlah timbulan sampah itu belum menghitung timbulan sampah sedotan plastik, komponen dalam penjualan air minum gelas, yang notabene lebih mudah tercecer di lingkungan.
Data juga menunjukkan produksi air kemasan botol sekali pakai mencapai 5,5 miliar botol per tahun dengan volume sampah sebesar 83 ribu ton, atau hampir separuh timbulan sampah plastik industri air kemasan bermerek.
Baca juga : Gara-gara Poligami, Polisi Ini Dipecat dari Anggota Kepolisian
Pemerintah telah meluncurkan strategi pengurangan sampah plastik nasional. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, pemerintah mendorong produsen di bidang manufaktur, jasa makanan dan minuman serta industri ritel untuk menyetor road map pemangkasan 30 persen volume sampah per Desember 2029.
Kementerian juga mendesak produsen menggunakan kandungan daur ulang pada kemasan pangan serta mendorong produsen meninggalkan kemasan mini yang mudah tercecer dan kurang bernilai ekonomis untuk didaurulang. Pada industri air kemasan, misalnya, aturan phase out berlaku untuk air minum kemasan di bawah 1 liter. Pengaturan serupa berlaku untuk kemasan saset di bawah 50 mililiter.
Sejauh ini tercatat baru 33 perusahaan yang telah mengirimkan dokumen yang memuat data komitmen pengurangan sampah plastik hingga 2029.
Baca juga : Sebanyak 1.447 Jamaah Haji Asal Palembang Akan Diberangkatkan ke Tanah Suci
Dalam sesi dialog yang difasilitasi Uni Eropa, Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ujang Solihin Sidik, mengakui berbagai kesulitan yang dihadapi pemerintah terkait adopsi peta jalan pengurangan sampah. Dia juga mengungkap dilema terkait problematic packaging, barang konsumsi yang peredarannya masif, semisal saset, yang sifatnya hanya dipakai sekali dan kurang bernilai ekonomis untuk didaurulang.
Kendati, Ujang optimistis program Ekonomi Sirkular, sebutan populer untuk gerakan pengurangan, daur ulang, penarikan dan pemanfaatan kembali sampah plastik, bisa menemukan momentum dari penerapan awal pada industri besar. (red)
Sumber : suara.com
Komentar